Kisah Inspiratif Para Sufi: Asy-Syibli Hancur Tujuh Tahun Demi Jadi Sufi


Kisah Inspiratif Para Sufi: Asy-Syibli Hancur Tujuh Tahun Demi Jadi Sufi

Asy-Syibli, seorang bangsawan istana yang angkuh, mendatangi guru sufi termasyhur, Junaid al-Baghdadi, demi mencari pengetahuan sejati. Karena keangkuhannya, Asy-Syibli bersikap seenaknya. Ia berkata pada Junayd, “kudengar kau memiliki hikmah pengetahuan ilahi. Berikan atau juallah kepadaku.”
Junayd menjawab, “saat ini aku tidak bisa menjualnya keapdamu karena kau sama sekali tidak mempunyai harga yang pantas untuk pengetahuan ini. Aku juga tidak akan memberikannya kepadamu karena yang kaumiliki saat ini terlalu rendah. Seperti halnya diriku, kau harus membenamkan diri ke dalam lautan untuk memperoleh mutiara.”

Asy-Syibli berkata, “Junayd, apa yang harus kulakukan untuk pengetahuan ini?”
Sang guru menjawab, “jadilah penjual belerang.”
Ucapan Junayd tersebut benar-benar dilakukan oleh Asy-Syibli. Dalam setahun setelah pertemuan tadi, ia menjadi penjual belerang. Tepat setahun, mereka bersua dan Junayd berkata kepada Asy-Syibli, “kulihat kau sudah berhasil menjadi pedagang belerang. Sekarang, jadilah seorang darwis. Jangan bekerja apa pun selain sebagai pengemis.”

Asy-Syibli kembali memenuhi permintaan Junayd. Ia menjadi darwis selama setahun, luntang-lantung di jalan dan dianggap remeh oleh semua orang. Pada akhir tahun, ia kembali ke depan Junayd. Di sanalah Junayd berkata, “bagi kebanyakan orang, saat ini kau bukanlah apa-apa selain pengemis jalanan Baghdad. Padahal, dulu kau adalah seorang gubernur. Sekarang kuperintahkan kau kembali ke tempat kau memerintah. Carilah semua orang yang pernah kautindas. Lantas, minta maaflah kepada mereka dengan sepenuh hati.”
Asy-Syibli benar-benar melakukan ucapan Junayd tersebut. Ia mendatangi satu persatu orang di tempatnya dulu memerintah dan mendapatkan pengampunan mereka.

Junayd masih melihat adanya ketinggian Asy-Syibli. Maka, Junayd  meminta Asy-Syibli mengemis dengan cara yang lebih ekstrim. Dalam setahun berikutnya, setiap uang yang diperoleh Asy-Syibli dari mengemis, setiap senja dibawa ke hadapan Junayd atau kalau tidak dibagikan kepada orang miskin. Asy-Syibli sendiri tidak memperoleh makanan sampai pagi berikutnya; kemudian mengemis lagi dan begitulah yang terjadi dalam setahun.

Tahun berikutnya, Asy-Syibli baru diterima sebagai murid. Posisinya kali ini adalah pelayan bagi murid Junayd yang lain. Jadilah Asy-Syibli sebagai orang yang paling rendah dari seluruh makhluk. Jabatannya yang dulu, gubernur, sudah tidak berarti apa-apa. Harga dirinya tercerabut paksa. Ia dianggap sebagai orang yang sangat hina oleh banyak orang. Tapi, dari sinilah Asy-Syibli memahami sebuah rahasia yang tidak mungkin ditangkap oleh umat beragama biasa.
Meskipun semakin banyak orang yang mengolok-olok, Asy-Syibli tidak gentar. Bahkan, ia menciptakan sajak untuk umat beragama yang hanya bisa melihat segala sesuatu dari bentuk lahirnya semata.

Bagi pikiranmu, aku gila.
Bagi pikiranku, engkau semua bijak.
Maka aku berdoa untuk meningkatkan kegilaanku
Sekaligus meningkatkan kebijakanmu
'Kegilaanku' berasal dari kekuatan Cinta;
Kebijakanmu dari kekuatan ketidaksadaran.


Orang yang berani mendekatkan diri kepada Allah akan dianggap gila oleh orang lain seperti Asy-Syibli. Kelak Asy-Syibli akan menjadi salah satu mahaguru sufi terkenal yang tidak menghiraukan apa pun olokan atau pujian manusia. Kehidupan telah menempanya untuk mengenal Allah; Kebahagiaan Akhirat hanya bisa didapat dengan penderitaan dunia. Mereka yang masih ragu-ragu dengan kebahagiaan tersebut, hanya akan memandang laut dari pantai; melihat betapa indahnya matahari tenggelam di tengah samudera, tanpa berani menjangkaunya. Kisah Nabi Musa di bawah ini bisa menjadi penunjang kisah Asy-Syibli.

Suatu saat, Tuhan berbisik kepada Musa dalam keheningan hatinya, "Wahai hamba pilihan-Ku, Aku mencintaimu!"
Musa menjawab bisikan Allah dengan pertanyaan, "Wahai Sang Mahapemurah, katakan padaku, sifat apa dari diriku yang membuat-Mu mencintaiku, supaya aku senantiasa mampu mempertahankan atau memperkuatnya."

Tuhan menjawab, “Aku mencintaimu karena engkau seperti anak kecil yang berada dalam naungan ibunya. Meskipun sang ibu mengusirnya, anak itu tetap bergantung padanya. Untuk sang anak, tak ada orang lain di dunia ini selain sang ibu. Semua sedih dan bahagia hanya bersumber dari ibunya. Meskipun sang ibu memukulnya, ia tetap memburu dan memeluk ibunya. Ia tak pernah meminta pertolongan selain kepada sang ibu. Ibunya adalah sumber segala sesuatu, baik maupun buruk. Begitu pula hatimu. Dalam suka atau pun duka, hatimu tak pernah berpaling dari-Ku. Dalam pandanganmu, makhluk lain hanyalah bebatuan dan bongkahan tanah.”
Previous
Next Post »