Pada zaman dahulu ada seorang lelaki yang baik hati. Ia menjalani hidup dengan melakukan segala hal yang memungkinkan orang masuk sorga. Ia memberikan sedekah kepad si miskin, mencintai sesama, bahkan memberikan sepenuh jiwa dan raganya kepada kemanusiaan. Ia juga orang yang sangat peduli pada kesabaran. Ia terlatih untuk mengatasi kesulitan-kesulitan besar yang datang silih berganti.
Sebagaimana orang lain pada masanya, ia sering mengadakan perjalanan jauh untuk memperoleh pengetahuan. Sepanjang perjalanan inilah namanya semakin harum saja. Ia sangat rendah hati dan ramah sehingga siapa pun yang bersua dengannya pasti ingin meniru lelaki mulia ini. Wajar jika kemudian ia dipuji-puji sebagai orang bijaksana. Pujian ini terdengar dari Timur ke Barat, Utara ke Selatan. Segala kebaikan memang dilakukan lelaki mulia ini, dengan catatan selama ia ingat melakukannya.
Lelaki mulia ini memiliki satu kekurangan saja, yaitu kurang perhatian (lemahnya konsentrasi). Hal ini memang tidak berat; hanya merupakan cacat kecil jika dibandingkan kebaikan-kebaikan yang selama ini dijalankannya. Oleh karena itu, kisah-kisah tentang kurang perhatiannya ini sering tidak dianggap ada. Misalnya, ada beberapa orang miskin yang tidak bisa ditolongnya karena ia tidak memperhatikan kebutuhan paling mendasar.
Kasih sayang dan pengabdian kepada sesamanya kadang-kadang terlupakan jika kebutuhan pribadinya (setidaknya lelaki mulia tersebut menganggap demikian) muncul dalam hatinya. Kadang, ia mudah tidur. Kalau yang terjadi seperti itu, ia akan kehilangan kesempatan untuk memahami atau mendapatkan sebuah pengetahuan. Ia juga akan kehilangan kesempatan melakukan kebaikan yang lain.
Sifat baik lelaki mulia ini meninggalkan bekas pada dirinya; begitu juga dengan sifat buruknya, kurang perhatian atau lemah konsentrasi tadi.
Tak lama kemudian, lelaki mulia ini meninggal. Ia menemukan dirinya tengah berada di dunia yang ada di balik kehidupan duniawi. Kakinya melangkah ke pintu Taman Surga. Saat itu ia melihat pintu gerbang Taman Surga masih tertutup. Terdengarlah sebuah suara, “lelaki mulia, bersiagalah setiap waktu! Gerbang Taman Surga hanya terbuka sekali dalam seratus tahun.”
Lelaki mulia, dengan keyakinan penuh akan amalnya di dunia segera menunggu di depan Gerbang Taman Surga. Ia yakin, dengan mudah ia akan melewati gerbang tersebut. Sayangnya, kekurangannya, masalah konsentrasi, ternyata membawa musibah baginya. Setelah terus-terusan bersiaga selama waktu yanga kira-kira sudah seabad, kepalanya terkantuk-kantuk. Dalam sekejap, ia sudah terlelap. Dalam saat yang sama pula gerbang terbuka. Sebelum mata lelaki mulia terbuka sepenuhnya, Gerbang Taman Surga kembali tertutup dengan suara menggelegar yang cukup lantang untuk membangunkan orang-orang mati.
Hikmah di Balik Kisah Pintu Surga
Kisah di atas menunjukkan pentingnya konsentrasi, mengingat sesuatu dalam jangka waktu yang lama. Bukan sebuah kebetulan bahwa ritual dalam Islam sangat kental dengan latihan konsentrasi ini. Usaha memperbanyak zikir setelah salat atau zikir pada waktu-waktu tertentu adalah untuk kemudahan latihan konsentrasi ini; persiapan di Akhirat ketika kita tidak memiliki penolong lain selain Allah sekaligus kemampuan-kemampuan ruh yang tersisa dari kehidupan dunia.
Meskipun amal kita begitu banyak seperti Si Lelaki Mulia, meskipun kita dipuji oleh dunia seisinya, tanpa konsentrasi (mengingat Allah), semua kebaikan kita di dunia akan hilang dalam sebuah momen berharga yang dideskripsikan dalam kisah ini sebagai “sekejap dalam seabad”. Justru hal sepele “mengingat” inilah yang menjadi salah satu kunci kebahagiaan hidup kita di Akhirat. Bandingkan kisah di atas dengan kisah berikutnya yang bentuknya mirip.
Pada suatu ketika hiduplah seekor lembu . Di seluruh dunia, tidak ada binatang seperti lembu ini yang menghasilkan begitu banyak susu berkualitas tinggi. Maka, datanglah berbagai macam orang dari segala penjuru untuk melihat lembu tersebut. Mereka memuji kehebatan lembu tadi (sama persis dengan lelaki mulia dalam kisah di atas). Untuk menghormati lembu dan meningkatkan kualitas anak mereka, para ayah kemudian mengisahkan kemampuan lembu menghasilkan susu kepada anak-anak. Begitu juga dengan para menteri yang meminta para staf mengikuti prestasi yang dibuat oleh lembu. Bahkan, para pemimpin menginginkan agar lembu ini dijadikan suri teladan bagi umat manusia.
Sayangnya, ada bagian yang dilupakan oleh semua orang karena dengan mudah kagum pada kebaikan-kebaikan kerja lembu. Jika diamati lebih detail lagi, ada kesalahan fatal Si Lembu. Ia memang memproduksi banyak susu. Lalu, sebuah ember diletakkan di bawahnya untuk diisi dengan susunya yang berkualitas tinggi dan dipuji semua orang. Setiap kali ember tersebut penuh, si lembu segera menendang ember tersebut sehingga tidak ada satu pun orang yang mampu menikmati susu berkualitas tinggi.
ConversionConversion EmoticonEmoticon