Kisah Hikmah Pencerah Hati: Permainan Sulap Palsu Si Qalandar

Kisah Hikmah Pencerah Hati: Permainan Sulap Palsu Si Qalandar

Suatu ketika Bahaudin Naqsybandi, salah satu guru utama dalam Tarekat Naqsybandiyah, menerima seorang Qalandar yang menawarkan diri melakukan keajaiban. Qalandar tersebut mengklaim keajaiban demi keajaiban yang akan dilakukannya itu adalah bukti bahwa ia mewakili guru jalan kebenaran yang paling agung.

Bahaudin menjawab, “Kami yang tinggal di Bukhara ini adalah kelompok yang ditakdirkan untuk tidak menghasilkan atau membenarkan hal-hal khusus tingkat rendah yang dikenal kebanyakan orang dengan nama peristiwa-peristiwa luar biasa atau mukjizat. Berbeda halnya denganmu, pastilah sangat bernilai bagimu untuk menunjukkan mukjizat semacamitu di depan sekumpulan kaum darwis dari kelompok kami atau orang-orang yang kebetulan tengah mengunjungi kami.”

Dengan persetujuan Bahaudin, dimulailah pertunjukan si Qalandar asing. Sepanjang hari ia menunjukkan satu demi satu keajaiban yang tidak pernah dipikirkan manusia sebelumnya. Ia membawa kematian menuju kehidupan seperti Nabi Isa, ia berjalan di atas air, ia membuat kepala yang terputus dari tubuhnya mampu berbicara, dikuti dengan keajaiban-keajaiban lain.

Warga Bukhara gempar. Sebagian mengatakan bahwa Si Qalandar pasti murid setan karena cara hidupnya tampaknya sesat sesuai dengan mukjizatnya yang serbamengerikan ; tidak ada dalam kelompok tersebut yang mempercayai mukjizat Si Qalandar sebagai kekuatan yang bermanfaat. Sementara itu, sebagian pendukung Bahauddin yang lain menyatakan puas kepada Si Qalandar sambil berkata, “Matahari baru telah terbit”. Kelompok ini bahkan mulai berusaha menyiapkan tempat ritual ibadah bagi Si Qalandar yang spesial. Sebagian yang lain, murid-murid Bahauddin masih tercengang. Mereka meminta Si Qalandar untuk menunjukkan keajaiban tadi sekali lagi untuk menunjukkan bahwa ia memang mampu atau tindakannya bukanlah sebuah kebetulan.

Bahaudin lebih memilih diam selama tiga hari, tidak berbuat apa-apa kepada Si Qalandar. Barulah ketika pada hari ketiga, ketika kelompoknya terpecah belah, Bahauddin bertindak. Di depan banyak orang, Bahauddin mulai menunjukkan apa yang sebenarnya disebut dengan keajaiban. Yang lebih “hebat” lagi, Bahauddin kemudian menjelaskan bahwa Si Qalandar melakukan muslihat yang nyata dan para muridnya terpedaya oleh muslihat tersebut. Sebagai penutup, Bahauddin berkata, “Kalian yang mencari permainan sulap, ikuti jalan permainan sulap karena aku mengerjakan (dan mengajarkan) hal-hal yang lebih serius.”

Hikmah di Balik Kisah Mukjizat dan Muslihat
Kisah di atas menjelaskan bahwa mukjizat sama sekali bukan hal ajaib. Tanpa perlu mencari-cari mukjizat atau daya linuwih, selama kita benar-benar bergantung kepada Allah, sebenarnya kita mempunyai keajaiban sendiri. Ketika Allah mencintai kita, tidak ada masalah yang mengancam. Masalah mungkin berat, tapi kita mampu melaluinya dengan mudah. Bukankah “mukjizat” ini lebih hebat? Ada kisah lain dari Bahauddin Naqsybandi sebagai berikut.

Seorang peminat sufisme mendatangi Bahauddin Naqsybandi, guru Tarikat Naqsybandiyah. Ketika itu Bahauddin dikelilingi oleh 30 muridnya. Diliputi ketakjuban, sang peminat sufisme berkata, “saya datang ke sini berharap menjadi murid Anda..
Bahauddin menjawab, “kau bisa kuterima jika kau membaca kitabku.”
 Sang peminat menjawab dengan mantap, “saya sudah membacanya.”

Bahauddin beralih pada murid-muridnya, “silakan murid yang paling muda, berdiri.”
Berdirilah Anwari, murid Bahauddin yang baru berusia 16 tahun yang baru tiga minggu berguru pada Bahauddin tanpa diajari apa pun.
Bahauddin berkata pada Anwari, “di dalam tas orang yang baru datang ini, kau akan menemukan sebuah kitab (sama seperti kitab yang dibaca sang peminat sufisme) Ambillah kitab itu. Bacalah tanpa kau harus membuka kitab tadi.”

Dengan patuh Anwari melaksanakan perintah yang tampak mustahil itu. Anwari segera membaca tanpa membuka sedikitpun kitab tadi. Sang peminat sufisme tadi semakin takjub. Tidak hanya karena keajaiban Anwari membaca tanpa melihat, tetapi juga karena Anwari ternyata tidak menguasai bahasa Turki.
Bahauddin hanya berkata, “keajaiban ala Anwari inilah yang sebenarnya memikat hatimu. Selama engkau masih suka dengan keajaiban, kau tidak akan mendapatkan manfaat dari buku ini, juga buku-buku lain.
Meskipun kau sudah membaca Risalahku, pada hakikatnya kamu belum membacanya. Kembalilah kemari ketika kau telah membacanya sebagaimana yang ditunjukan oleh Anwari. Apa yang dipelajari Anwari selama tiga minggu hanyalah sebuah pelajaran standard tentang hakikat keberadaan Allah. Dengan memahami secara langsung, Anwari tidak perlu membaca buku seperti dirimu atau menyembah-nyembah orang yang bisa berbuat ajaib seperti yang kaulakukan ini.”
Previous
Next Post »