Humor Sufi Nasrudin Hoja: Kisah Membuat Rumah di Surga

Humor Sufi Nasrudin Hoja: Kisah Membuat Rumah di Surga


Dalam humor sufi Nasrudin Hoja kali ini, kita menampilkan Kisah Membuat Rumah di Surga.

 Suatu hari istri Nasrudin pergi ke sebuah tempat ceramah. Ia mendengarkan ceramah dengan khusyuk; lalu pulang dengan mata berbinar.
Nasrudin bertanya, “Istriku yang cantik, apa yang dikatakan penceramah sehingga wajahmu cerah?”
Sang istri menjawab, “tadi, penceramah berkata bahwa jika ada seorang lelaki yang berhubungan suami-istri dengan istri yang penurut, Allah akan akan memberikan sebuah rumah di surga untuknya.”
Nasrudin tertarik, “mari kita membangun rumah di surga.”
Tak lama kemudian, mereka berhubungan suami-istri.
Selesai melakukan hal tersebut, sang istri berkata, “Nasrudin, kau sudah membangun sebuah rumah di surga untukmu sendiri. Sekarang, saatnya kita membangun rumah untukku.”
Nasrudin berkata, “aku bisa dengan mudah membangun rumah tersebut. Namun, aku takut nanti setelah kau kubuatkan rumah, ayahmu, ibumu, dan bahkan seluruh keluargamu akan memintaku membangunkan rumah juga. Sudahlah, satu rumah cukup untuk kita berdua.”

Kode Rahasia dalam Kisah Membuat Rumah di Surga
Sekilas, kisah ini menyindir wanita yang selalu memiliki keinginan banyak dan ingin semua keluarganya bahagia seperti dirinya. Wanita juga sering menuntut suaminya berlebihan yang dalam hal ini digambarkan dalam sosok istri yang meminta Nasrudin menambah jatah “membuat rumah di surga”.

Jika dikaitkan lebih jauh, sebenarnya tindakan Nasrudin untuk tidak mengalah ini “bertentangan” dengan konsekuensi laki-laki ketika menikah. Terdapat aforisma, “jika seorang suami tidak bahagia dalam rumah tangganya, hal tersebut sama sekali bukan tanggung-jawab istrinya. Sebaliknya, kebahagiaan istri dan anak adalah tanggung-jawab mutlak sang suami”.

“Keharusan” suami untuk “mengalah” atau “menomorduakan urusannya” dapat dilihat dari perbandingan dengan peristiwa Adam memakan buah khuldi yang kelak menurunkannya dari surga. Ketika Adam diturunkan, ia tidak meminta apapun. Adam mencukupkan kesalahan pada dirinya sendiri. Tidak juga ia berbalik menyalahkan Iblis. Adam malah memilih berdoa, “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S. 7:23). Dapat disebutkan bahwa Adam menampilkan kesetiaan, ke-mengalah-an yang dibebankan kepada lelaki. Kesetiaan terlihat ketika seseorang mau menampung derita orang lain dan masih mempertahankan cintanya kepada orang tersebut.

Jika dibandingkan, rasa keakuan dan kepemilikan perempuan lebih besar daripada laki-laki. Fungsi pernikahan adalah untuk menekan keakuan laki-laki; sekaligus menekan rasa kepemilikan perempuan.

Dalam konteks kisah Nasrudin di atas, sikap mengalah laki-laki tersebut berada dalam kadar yang tepat. Nasrudin menyanggupi ajakan istrinya “membuat rumah di surga”. Tapi, mengalah ada batasnya juga. Setelah mengalah, Nasrudin juga menyadarkan istrinya untuk “tidak terlalu memanfaatkan barang paling berharga dalam hidup sang istri”.
Previous
Next Post »