Jenis-Jenis Istighfar: Istighfar Nabi Adam & Manfaatnya


Jenis-Jenis Istighfar: Istighfar Nabi Adam & Manfaatnya

 Dalam bagian jenis-jenis istighfar kali ini, kita akan membahas Istighfar Nabi Adam dan manfaatnya. Istighfar Nabi Adam berbunyi "Robbana dholamna anfusana wa illam taghfirlana wa tarhamna la nakunanna minal khosirin", dan menjadi salah satu doa yang paling sering diucapkan oleh umat Islam. Apa manfaat istighfar Nabi Adam tersebut?

Istighfar Adam Sebagai Ungkapan Penyesalan/ Pertaubatan
Kita sudah menyaksikan peristiwa turunnya Adam yang seperti sebuah bola sepak, ditendang kian-kemari oleh tuduhan-tuduhan, lalu memilih sekalian hancur (turun ke dunia) demi membuktikan bahwa Allah tidak salah memilihnya sebagai khalifah bumi dan sebagai kekasih-Nya, satu-satunya makhluk yang ditiupi ruh-Nya. Sekarang, kita bisa melihat pada Q.S. 7:23, tempat Adam mengucapkan istighfarnya. Doa istighfar Adam inilah yang selalu  kita baca setiap selesai salat, meski kadang kita tidak menyadarinya.

 Ya, doa “Robbana dholamna anfusana wa illam taghfirlana wa tarhamna la nakunanna minal khosirin” --- “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi---, seharusnya menjadi doa pengingat kita tentang upaya pembuktian cinta Adam kepada Allah di atas.

Lebih jauh, kita juga bisa melihat bahwa Adam berdoa dengan “menyadari” bahwa ia adalah pusat segala kesalahannya, turun ke dunia. Adam memang tahu bahwa takdirnya menjadi khalifah bumi dan memakan buah khuldi adalah cara agar ia bisa berada di dunia. Akan tetapi, bukan berarti Adam bisa “memaafkan” dirinya sendiri atau menganggap kesalahannya memakan buah khuldi adalah takdir Allah. Bagi Adam, kesalahan adalah kesalahan. Betapa banyak dari kita yang tidak bisa seperti Adam. Kita biasa mengampuni kesalahan sendiri dan menghitamkan orang lain yang tidak salah. Bahkan, jika kita salah, kita pasti beralasan, ini pasti karena takdir Tuhan. Sikap kita bahkan 180 derajat berbeda dibandingkan sikap Adam, dibandingkan doa yang setiap hari kita ucapkan!

Yang perlu kita perhatikan pula dalam doa istighfar Adam adalah permintaan Adam tentang dua hal kepada Allah. Pertama, Adam meminta ampunan Allah. Kedua, Adam meminta Allah untuk memberikan rahmat kepadanya dan Hawa. Kita bisa melihat bahwa inilah adab yang paling tepat. Permintaan maaf terhadap Allah didahulukan sebelum permintaan atas rahmat-Nya. Betapa sering kita tidak menyadari kesalahan diri sendiri, tetapi selalu haus akan rahmat Allah? Betapa sering kita menganggap kecil kesalahan kita yang demikian besar, tetapi kita sering menganggap kecil rahmat Allah yang begitu besar? Lagi-lagi kita salah meletakkan posisi diri. Bagaimana mungkin Allah akan memberikan rahmat kepada kita, jika kita bahkan hanya seperti penjarah yang meminta-minta harta tanpa berusaha memperbaiki diri? Adam, kakek moyang kita yang pernah tinggal di surga, pernah dijadikan kebanggaan Allah saja, menciptakan urutan permintaan maaf sebelum meminta rezeki, lalu, apakah kita, yang tidak ada apa-apanya dibandingkan Adam, melakukan hal yang lebih buruk? Tentu saja tidak. Jika Adam yang melakukan adab tersebut saja merasa menjadi orang yang merugi, tentu jika kita tidak melakukan adam yang sama dengan Adam, kita lebih merugi lagi.

Manfaat Istighfar Nabi Adam
Banyak orang yang mengaitkan kuantitas istighfar dengan keajaiban-keajaiban semu. Misalnya, jika dibaca 100 kali, akan terjamin kehidupannya akan bahagia. Sudah selayaknya kita berhenti dari pola pikir semacam ini. Mempercayai bahwa membaca doa apa pun akan menyebabkan ini dan itu tak lebih dari sekadar syirik.
Akan tetapi, bukan berarti istighfar Nabi Adam tidak bermanfaat. Dengan istighfar ini setidaknya ada beberapa poin penting.

Pertama, istighfar Nabi Adam tidak ditujukan pada satu orang. Nabi Adam mengucapkan doa ini bersama Siti Hawa. Oleh karena itu, bunyinya taghfirlana (ampunilah kami), bukan taghrfirli (ampunilah aku). Doa ini sebenarnya membuka kepekaan sosial kita. Ketika kita berbuat, hendaknya seperti dalam doa ini. Kita tidak hanya semata-mata bertindak untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain.

Kedua, istighfar Nabi Adam ditujukan kepada kita untuk mengingat bahwa kuasa takdir Allah mutlak adanya. Meskipun Allah sudah menyatakan secara implisit tentang kemungkinan Adam tergelincir oleh Iblis, Adam tetap tidak mengetahui hingga kejadian tersebut benar-benar menimpanya. Dengan memahami takdir hanya diketahui Allah, kita bisa memandang diri sebagai sosok yang penuh dengan kesalahan. Setiap detik kita di dunia berarti setiap detik lebih panjang dari persuaan dengan Allah. Setiap detik kita di dunia berarti setiap detik pula kita berpeluang menjauh dari ketentuan Allah karena di dunia kita memiliki kehendak bebas, tidak terikat pada perintah Allah. Oleh karena itu, istighfar nabi Adam ini menjadi sinyal untuk meminta pengampunan terus menerus kepada Allah.

Terakhir, istighfar Nabi Adam ini mengajarkan pada kita akan pentingnya mengakui kesalahan, tidak keras kepala, dan jujur pada diri sendiri. Hal ini sangat sulit bagi kita yang diselimuti oleh keakuan. Dengan mengingat istighfar nabi Adam, kita juga bisa mengingat upaya Adam untuk menebus “kesalahannya” memakan buah khuldi dengan turun ke bumi, membuktikan kelayakan perintah Allah terhadapnya sebaga khalifah bumi. Yang perlu diingat, layaklah kita beranggapan selalu berada dalam kekurangan dan kesalahan seperti dalam istighfar Nabi Adam ini daripada sombong dan congkak seperti sumpah Iblis yang mengatasnamakan Tuhan demi kepentingan pribadi.

Previous
Next Post »

1 komentar:

Click here for komentar
Unknown
admin
June 26, 2020 at 3:59 PM ×

Ingin belajar

Congrats bro Unknown you got PERTAMAX...! hehehehe...
Reply
avatar