Dalam kisah para nabi kali ini, kita akan membahas kisah Nabi Yusuf dalam Alquran yang dititikberatkan pada dua hal. Pertama, tindakan istri pembesar kerajaan (dalam Alquran disebut bernama Zulaikha) yang hendak mengajak Yusuf berhubungan suami-istri. Kedua, kisah Yusuf dan sebelas saudaranya.
Dalam kisah Yusuf dan Zulaikha, terdapat pembaruan versi Alquran atas versi Perjanjian Lama. Seperti halnya dalam Perjanjian Lama, dalam Alquran dikisahkan bahwa Yusuf dibeli oleh pembesar kerajaan (tidak disebutkan namanya Pontipar). Pembesar kerajaan ini berkata kepada istrinya, “berikanlah kepada Yusuf berupa tempat dan pelayanan yang baik. Siapa tahu kelak ia bermanfaat untuk kita.”
Ketika berada dalam naungan pembesar kerajaan inilah Nabi Yusuf mengalami perkembangan spiritual yang tinggi, yaitu kemampuan menafsirkan mimpi. Hal ini bisa kita lihat dalam Q.S. 12:21, “Dan demikian pulalah Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi (Mesir), dan agar Kami ajarkan kepadanya ta'bir mimpi. Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.”.
Bermula dari kemampuan menafsirkan mimpi inilah Nabi Yusuf semakin meningkat derajat kenabiannya sehingga ketika dewasa, Nabi Yusuf diberikan hikmah kenabian dan ilmu (Q.S. 12:22). Akan tetapi, seperti pepatah, “seiring dengan adanya kekuatan besar, maka datanglah tanggung jawab yang besar”, demikianlah yang terjad pada Nabi Yusuf. Ia mendapatkan ujian sesuai dengan salah satu keunggulannya, paras yang tampan.
Dikisahkan bahwa Zulaikha, yang terbiasa melihat Yusuf tumbuh semakin dewasa, semakin tidak tahan dengan ketampanan Yusuf. Apalagi Zulaikha juga cantik. Maka, Zulaikha tergoda untuk berhubungan intim dengan Yusuf. Suatu saat, ketika keadaan sepi, Zulaikha menutup semua pintu dan mengajak Yusuf untuk melakukan hal tersebut.
Nabi Yusuf menolak ajakan Zulaikha dengan kapasitas hikmah kenabian yang sudah dimilikinya. Nabi Yusuf berkata, “Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukanku dengan baik.”. Di sini terlihat bahwa Nabi Yusuf tidak ingin menciderai kepercayaan tuannya dengan berperilaku tidak senonoh.
Sebenarnya, dalam kasus ini, Yusuf dan Zulaikha sama-sama tertarik satu sama lain. Hal ini terlihat dalam Q.S. 12:24, “Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya”.
Seandainya Allah tidak memberikan anugerah berupa hikmah kenabian kepada Nabi Yusuf, pastinya ia akan tergelincir pada saat-saat semacam ini. Bagaimana tidak?
Pertama, Nabi Yusuf saat itu dalam keadaan masih jejaka, belum menikah. Seperti yang kita ketahui, syahwat seorang pemuda pastinya begitu besar.
Kedua, Nabi Yusuf berada di Mesir, jauh dari keluarganya. Biasanya, ketika berada di perantauan, orang akan lebih mudah bertindak ini-itu karena tidak akan ada benteng berupa takut akan menjadi aib keluarga.
Ketiga, Zulaikhalah yang membujuk Nabi Yusuf. Seharusnya, laki-laki mana pun, yang melihat Zulaikha yang cantik dan membujuk, pasti terpancing tanpa iman yang tebal.
Keempat, Zulaikha sebenarnya memiliki otoritas untuk menyiksa atau menghukum Nabi Yusuf jika menolak melakukan yang diinginkan Zulaikha. Akan tetapi, dengan segala macam keistimewaan Zulaikha yang bisa diibaratkan sebagai “daging empuk yang disodorkan dengan segala kemewahan dan tinggal dikunyah”, Nabi Yusuf memalingkan muka dan lebih takut kepada Allah.
Nabi Yusuf menghindari Zulaikha dengan hendak keluar. Zulaikha berusaha menghalangi Yusuf. Akibatnya, terjadi perlombaan siapa yang lebih dahulu sampai pada pintu. Zulaikha terlambat. Ia hanya berhasil merobek baju ghamis Yusuf. Selanjutnya, bagian yang tidak ada di dalam Perjanjian Lama, Zulaikha mengumumkan bahwa Yusuf hendak berzina dengannya dalam kalimat, “Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud berbuat serong dengan istrimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan azab yang pedih?” (Q.S. 12:25).
Saat itulah muncul seorang saksi dari keluarga Zulaikha yang berkata, “Jika baju gamisnya koyak di muka, maka wanita itu benar dan Yusuf termasuk orang-orang yang dusta. Dan jika baju gamisnya koyak di belakang, maka wanita itulah yang dusta, dan Yusuf termasuk orang-orang yang benar.”. Artinya, jika baju gamis koyak di belakang, artinya, Zulaikhalah yang hendak memperkosa Yusuf dengan menarik baju orang yang sudah membelakanginya. Akan tetapi, jika baju ghamis Yusuf koyak di depan, artinya Zulaikha berusaha menyelamatkan diri dari ancaman perkosaan Yusuf dengan menjangkau apa pun yang bisa dijangkau, termasuk ghamis Yusuf. Akan tetapi, yang terjadi, baju ghamis Yusuf koyak di belakang. Artinya, Zulaikha bersalah.
Betapa malunya Zulaikha mengetahui kedoknya terbongkar. Apalagi kemudian ia menjadi bahan olok-olokan. Wanita-wanita di kotanya berkata: “Istri Al-Aziz (Pontipar dalam Perjanjian Lama) menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu sangat mendalam. Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata.” (Q.S. 12:30).
Menanggapi cercaan sedemikian rupa, Zulaikha mengundang para wanita di kota itu untuk datang ke rumahnya. Mereka diminta untuk duduk di sebuah tempat. Zulaikha juga memberikan kepada tiap-tiap wanita itu sebuah pisau untuk memotong jamuan. Setelah semua persiapan selesai, Zulaikha meminta Yusuf untuk keluar, menampakkan diri di depan wanita yang memperolok Zulaikha.
Ketika wanita-wanita itu melihat Yusuf, dalam sekejap mereka terpukau dan berkata, “Maha sempurna Allah, Yusuf bukanlah manusia. Sesungguhnya ia tidak lain hanyalah malaikat yang mulia.”. sambil berkata demikian, mereka tidak sengaja mengiris tangan mereka sendiri dengan pisau dan mereka sama sekali tidak merasakan sakitnya karena terpukau oleh Yusuf. Barulah ketika Yusuf pergi, mereka menyadari perihnya jari yang teriris.
Saat itulah Zulaikha tersenyum dan berkata, “Itulah dia orang yang membuat kamu sekalin mencelaku karena (tertarik) kepadanya, dan sesungguhnya aku telah menggoda dia untuk menundukkan dirinya (kepadaku), tetapi dia menolak. Sesungguhnya jika dia tidak menaati apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya dia akan dipenjarakan dan dia akan termasuk golongan orang-orang yang hina.” (Q.S. 12:32). Zulaikha secara tersirat berkata, “kalian hanya sekian detik melihatnya saja sudah terpukau begitu rupa. Salahkah jika aku memiliki birahi padanya yang kulihat selama bertahun-tahun? Kalian bahkan lebih buruk dalam menahan nafsu daripada diriku, tapi berani mengolok-olok diriku!”.
Di sini kita dapat melihat bahwa seringkali kita meremehkan ujian yang diberikan Allah kepada orang lain dengan memberatkan diri sendiri. Maksudnya, kita sering menganggap bahwa orang lain tidak diuji seberat kita. Mereka hanya diberi ujian yang mudah. Demikianlah yang dialami wanita-wanita Mesir itu. Mereka mengira, sungguh memalukan bagi seorang Zulaikha, istri pembesar kerajaan, birahi kepada pembantunya sendiri. Akan tetapi, mereka tidak sadar bahwa Yusuf adalah orang istimewa. Lalu, ketika mereka dihadapkan pada kasus yang sama seperti Zulaikha, melihat Yusuf, bahkan dalam kadar yang lebih singkat, mereka sudah melakukan kesalahan fatal yang mirip dengan kesalahan Zulaikha.
Memang ada pepatah bahwa “rumput tetangga lebih hijau”, “tetangga bisa enak-enakan begini dan begitu tetapi kita tidak”, tapi jelaslah bahwa kita tidak hanya perlu bersyukur atas nikmat Allah yang diberikan kepada kita. Kita juga wajib berhati-hati dalam meremehkan orang lain. Bisa jadi sebenarnya kita lebih remeh daripada orang tadi ketika dihadapkan dalam masalah yang sama.
Bukankah ini yang dimaksudkan dalam Q.S. 49:11? “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman, dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”
Menghadapi godaan para wanita di Mesir, yang kemungkinan berbuat sama dengan Zulaikha setelah melihat ketampanan luar biasanya, Nabi Yusuf berkata, “Wahai Rabbku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dariku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.”
Perbedaan kisah Yusuf dalam Perjanjian Lama dan Alquran ada di sini. Ada jeda cukup panjang antara kesalahan Zulaikha dengan upaya memasukkan Yusuf ke penjara. Jeda panjang tersebut digunakan Zulaikha untuk “membenarkan” tindakannya memancing Yusuf. Jeda panjang tersebut juga dimanfaatkan Yusuf untuk bermunajat kepada Allah, meminta Allah untuk memasukkan dirinya saja ke penjara.
Jadi, Yusuf dimasukkan penjara bukan karena tuduhan Zulaikha, tetapi karena doa Nabi Yusuf dan keadaan yang mendesak, semua wanita di Mesir terkagum-kagum kepadanya. Para pembesar Mesir yang melihat keadaan mendesak ini, meskipun sudah melihat tanda-tanda kebenaran kenabian Yusuf dan keadaannya yang tidak bersalah, tidak punya pilihan lain selain memenjarakannya sampai waktu tertentu.
Perjalanan Yusuf berikutnya sama seperti dalam Perjanjian Lama. Yusuf dipenjara dan menafsirkan mimpi tukang minuman serta tukang roti Firaun. Perbedaannya, setelah tukang minuman Firaun memberitahukan kehebatan Yusuf dalam menafsirkan mimpi, Firaun meminta Yusuf dibawa ke hadapannya.
Akan tetapi, sebelum memenuhi perintah itu, Yusuf bertanya tentang keadaan wanita-wanita yang pernah memotong jari mereka setelah melihat Yusuf, “Kembalilah kepada tuanmu dan tanyakanlah kepadanya bagaimana halnya wanita-wanita yang telah melukai tangannya. Sesungguhnya Tuhanku, Maha Mengetahui tipu daya mereka.” (Q.S. 12:50). Firaun pun memenuhi keinginan Yusuf. Ia bertanya siapa yang bersalah dalam kasus Yusuf yang seakan menggoda mereka. Para wanita itu berkata, “Maha Sempurna Allah, kami tiada mengetahui sesuatu keburukan darinya.” (Q.S. 12:51).
Setelah mendengar kesaksian para wanita Mesir tersebut, Firaun sadar bahwa memenjarakan Yusuf adalah sebuah kesalahan. Yusuf sama sekali tidak bersalah. Bahkan, Yusuf adalah seseorang yang sangat setia pada tuannya (Pontifar dalam Perjanjian Lama) dengan memilih tinggal di penjara daripada menghadapi fitnahan tentang Zulaikha dan wanita-wanita Mesir lainnya.
Setelah memberitahu Firaun tentang ancaman bencana kelaparan setelah panen raya selama tujuh tahun, Yusuf diangkat oleh Firaun menjadi orang penting dalam kerajaan. Firaun berkata, “Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi dan dipercayai pada sisi kami.” (Q.S. 12:54).
Yusuf kemudian meminta diri untuk menjadi seorang bendahara Firaun, yang mengurusi segala kemungkinan sepanjang panen raya dan persiapan menjelang bencana kelaparan setelahnya, “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan.” (Q.S. 12:55). Firaun mengabulkan permintaan tersebut.
Selanjutnya, peristiwa kedatangan saudara-saudara Yusuf juga sama seperti dalam Perjanjian Lama. Perbedaannya, setelah menahan Benyamin dan mengungkapkan rahasianya, Yusuf memberikan gamisnya kepada saudara-saudaranya.
Yusuf melakukan hal tersebut agar Yakub, yang sudah berkurang indera penglihatannya, segera menyadari keberadaan Yusuf dengan mencium aroma tubuh Yusuf yang melekat pada gamis tadi. Dengan demikian, saudara-saudaranya bisa mengantar sang ayah ke Mesir. Hal ini dijelaskan dalam Q.S. 12:93, “Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku ini, lalu letakkanlah dia kewajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah keluargamu semuanya kepadaku.”.
Begitu saudara-saudara Yusuf kembali ke rumah Yakub, Yakub langsung menyadari “keberadaan” Yusuf. Bahkan, ia berkata, “Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf, sekiranya kamu tidak menuduhku lemah akal (tentu kamu membenarkan aku).” (Q.S. 12:94). Naluri seorang ayah yang dimiliki Yakub, sekaligus hikmah kenabiannya, membuat ia mulai menyadari bahwa selama ini anak-anaknya berbohong, bahkan sebelum anak-anaknya bercerita tentang kejadian sesungguhnya. Hal ini dikuatkan dengan pemberian gamis Yusuf kepadanya. Oleh karena itu, Yakub berkata, “Tidakkah kukatakan kepadamu, bahwa aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tidak mengetahuinya?”
Oleh karena semua kedok mereka selama ini terbongkar (berbohong bahwa Yusuf sudah meninggal), kakak-kakak Yusuf memohon ampun kepada Yakub sekaligus memohon agar Yakub, dengan hikmah kenabiannya, memohonkan ampun kepada Allah. Mereka berkata, “Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa).” (Q.S. 12:97). Dari sinilah lahir waktu yang mustajab bagi orang-orang dalam beristighfar.
Selanjutnya, Nabi Yakub dibawa ke Mesir. Di sanalah ia dan anak-anaknya bersujud sebagai tanda penghormatan kepada Yusuf. Saat inilah Nabi Yusuf sadar bahwa inilah arti mimpinya yang pertama-tama dahulu. Mimpi pertama Nabi Yusuf adalah seperti yang dijelaskan dalam Perjanjian Lama, adalah sujudnya matahari, bulan, dan sebelas bintang, seperti yang ada dalam Q.S. 21:4, “Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku.”
Arti mimpi itu terwujud di ujung peristiwa, ketika ayahnya (matahari), ibunya (bulan), dan saudara-saudaranya (sebelas bintang) sujud kepada Nabi Yusuf seperti yang dijelaskan dalam Q.S. 21:100, “Dan ia menaikkan kedua ibu-bapanya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf.
Dan berkata Yusuf: “Wahai ayahku inilah ta'bir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan. Dan sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kamu dari dusun padang pasir, setelah setan merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”.
ConversionConversion EmoticonEmoticon