Dalam bagian fenomena alam kali ini, kita akan membahas kejadian hujan kecebong di Jepang. Ini melanjutkan fenomena hujan-hujan lain sebelumnya.
Kecebong berjatuhan dari langit Perfektur Ishikawa. Bukan hujan kecebong biasa, karena berdasarkan penelitian, tidak ditemukan adanya tornado atau angin puting beliung di sekitar lokasi, yang memungkinkan kecebong-kecebong itu terserap ke udara. Lalu, bagaimana mungkin hujan ini bisa tercipta di Jepang?
Suara aneh terdengar di sebuah tempat parkir di kota Nanao pada 4 Juni 2009 pukul 16.30 waktu setempat. Seorang pria berusia 55 tahun mendengarnya. Ketika ia menyelidiki darimana asal suara tadi, ditemukannya kecebong demi kecebong mati, bertebaran di atas kaca depan mobil-mobil yang diparkir di sana. Tidak, tidak hanya beberapa. Ada sekitar 100 kecebong mati di areal seluas 10 meter persegi tersebut dengan panjang tubuh sekitar 2-3 centimeter. Sekelumit kisah awal tentang hujan kecebong yang menimpa Jepang.
Pria tersebut tidak sendirian. 48 jam berselang, kejadian serupa terulang di kota Hakusan, di perfektur yang sama. Seorang pria uzur berusia 75 tahun menemukan bangkai kecebong di kap mobilnya, sementara bangkai lain berserakan di daerah dekat tempat tersebut.
Lalu, bagaikan episode dorama (semacam sinetron Jepang) yang berkelanjutan), sepanjang Juni tahun tersebut, kota-kota di Jepang tersebut bergiliran menerima tumpahan hewan-hewan air dari langit. Tak hanya kecebong, tetapi juga ikan, katak, nimfa capung. Misalnya, yang terjadi di kota Nakanoto pada 9 Juni 2009. Terjadi 'hujan ikan kecil-kecilan' di sana. Sekitar 10 ikan jatuh dari langit dan beberapa di antaranya mendarat di atap mobil. Ikan-ikan ini berukuran 3 hingga 5 centimeter.
Laporan paling masif terjadi sepanjang pertengahan bulan, pada 15 hingga 18 Juni 2009. Sepanjang periode tersebut, terjadi 14 kali hujan hewan dari langit, yang didominasi hujan kecebong. Ukurannya sama seperti yang sudah-sudah, sekitar 2-3 centimeter dan menjatuhi tempat-tempat tertentu dalam radius 10 meter. Jumlahnya variatif, tetapi kurang dari 100 kecebong. Seperti 40 bangkai kecebong di sebuah sekolah dasar di kota Suzuka, perfektur Nagano pada 15 Juni 2009. Kemudian, di hari yang sama, kejadian itu terulang di Perfektur Miyagi. Jam lima sore, seorang pria berusia 74 tahun mendengar suara aneh bagaikan hujan, dan ditemuinya 50 kecebong berserak di halaman dan atap rumah. Padahal, ketika itu langit cerah.
Lain lagi yang terjadi di Perfektur Aichi keesokan harinya, 16 Juni 2009. Seorang karyawan perusahaan berusia 45 tahun, mendengar suara benda terlempar ke atas mobilnya. Ketika ia mengecek atap mobil tersebut, begitu tiba di kantor, ditemuinya ada 25 bangkai kecebong berukuran 5 centimeter.
Banyak yang menduga, karena radius hujan kecebong yang pendek, bukan tidak mungkin hujan ini adalah ulah burung-burung pemangsa. Mereka membawa kecebong-kecebong tersebut di paruhnya, lantas entah mengapa menumpahkannya. Hal ini juga yang diyakini seorang pria uzur di kota Kuki, di Perfektur Saitama. Ia menemukan sekitar 20 bangkai kecebong dan ikan kecil di halaman rumah. Dan, 1 kilometer dari tempatnya bernaung, ada seekor gagak yang biasa berkeliaran. Namun, banyak pula yang meragukan teori ini, karena semestinya radius hujan kecebong tersebut lebih luas lagi, bukan hanya sekitar 10 meter persegi.
Salah satu puncak hujan kecebong di Jepang terjadi pada 7 Juli 2009. Di kota Kusu, Perfektur Oita, ditemukan sekitar 600 kecebong yang terhampar di jalanan sepanjang 10 meter. Yang pertama kali menemukan bekas hujan kecebong ini adalah seorang petani tua yang hendak berangkat ke sawahnya. Tidak ada kejadian janggal yang terjadi pada malam sebelumnya. Dan berdasarkan pemantauan, saluran irigasi dan hamparan sawah di sekitar jalanan tersebut, dalam kondisi kering. Jika kecebong-kecebong ini tertumpah dari paruh burung pemangsa, jumlahnya terlalu banyak. Dan jika hewan-hewan ini terbawa oleh angin kencang, tidak ada laporan tentang hal tersebut.
Jepang mengalami hujan kecebong selama lebih dari sebulan. Selang setahun, kejadian tersebut terulang di Eropa. Di Yunani, keadaan sedikit berbeda. Kali ini, sekian banyak katak seperti 'menguasai' jalanan Yunani pada akhir Mei 2010. Seperti dalam kisah hehujanan katak yang terjadi pada masa Nabi Musa, " Katak-katak berkeriapan di negeri mereka, bahkan di kamar-kamar raja mereka.” Bedanya, kali ini, katak-katak ini tak menyerbu rumah-rumah penduduk.
Akibat kejadian ini, dalam sehari, jalan utama di negara tersebut harus ditutup karena tumpahan katak yang terlalu banyak. Jumlah hewan ini, yang dilaporkan 'jutaan' oleh pihak keamanan setempat, dapat mengganggu perjalanan warga setempat. Tak sedikit yang kemudian menghubungkan kejadian ini dengan tanda-tanda akhir zaman, dan kedatangan juru selamat yang menyelamatkan umat manusia dari kehancuran sebelum datangnya kiamat.
Rákóczifalva, Hungaria, dua kali dalam seminggu pada 18-20 Juni 2010, hujan katak turun. Penduduk setempat belum pernah menemui kejadian ini sebelumnya. Seorang perempuan yang tinggal di sana menuturkan, ia tengah berada di halte bus dengan payung. Cuaca tidak bersahabat, hujan deras menggguyur.
Ketika itulah, tiba-tiba payung perempuan itu ditimpa sesuatu. Betapa terkejutnya ia kala menengadah, makhluk kecil itu adalah katak. Dan sang wanita berusaha melihat sekeliling. Ternyata halte tersebut sudah dipenuhi katak. Berlarilah ia meninggalkan tempat tersebut. Kejadian hujan katak itu tidak berlangsung sekali. Jika perempuan itu tertimpa hujan pada Jumat, maka salah satu kenalannya mengalami peristiwa serupa pada hari Sabtu sore. Ada pula laporan tentang puluhan katak yang berjatuhan pada hari yang sama.
Penjelasan hujan katak di Hungaria, bisa diterima akal sehat. Dalam beberapa hari terakhir, cuaca memang buruk. Dan bukan tidak mungkin, pusaran angin menyerap katak-katak di sebuah tempat, terpindahkan seperti dalam fenomena hujan-hujan hewan lain. Meskipun, badan meteorologi setempat tidak mendapatkan laporan adanya tornado atau puting beliung di wilayah tersebut.
ConversionConversion EmoticonEmoticon