Jenis-Jenis Istighfar: Istighfar Nabi Muhammad (Sayyidul Istighfar)

 Jenis-Jenis Istighfar: Istighfar Nabi Muhammad (Sayyidul Istighfar)

Dalam bagian jenis-jenis istighfar kali ini, kita akan membahas Istighfar yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. yaitu sayyidul istighfar (penghulunya istighfar).

Nabi Muhammad adalah nabi terakhir yang membawa risalah kepercayaan terhadap Tuhan Yang Satu. Artinya, semua ajaran nabi-nabi terdahulu telah terangkum dalam wadah ajaran Nabi Muhammad, yang kita sebut Islam, agama yang para penganutnya diwajibkan untuk berpasrah diri kepada Allah. Dengan demikian, Islam adalah agama paling sempurna ditinjau dari sudut pandang mana pun. Demikian pula doa-doa atau lafal-lafal yang ada di dalamnya.

Lalu, bagaimana dengan istighfar yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw.? Sebelumnya, kita harus memperhatikan perbedaan Alquran dengan kitab-kitab terdahulu. Dalam artikel-artikel sebelumnya tentang jenis-jenis istighfar, kita sudah melihat bahwa Alquran terutama merevisi kisah-kisah nabi terdahulu terkait dengan hikmah kebijaksanaan yang ada dalam kisah-kisah tersebut.

Selain itu, Alquran juga lebih menekankan pada penambahan kisah berupa permohonan ampun, doa, atau pujian syukur nabi-nabi kepada Allah karena pada hakikatnya dalam hidup kita, memang demikianlah adanya. Selama ada di dunia, kita selalu dipenuhi dua rasa, takut kepada Allah atas kesalahan-kesalahan kita, sekaligus harap kepada Allah untuk mengangkat derajat keimanan kita.

Sebagaimana Islam adalah “agama” atau risalah terakhir yang bersifat kompleks dan berisi pedoman dalam menanggapi rasa takut dan harap kepada Allah, dalam Alquran dan Hadis, banyak anjuran tentang tindakan kita memperbanyak permohonan ampun, doa, dan pujian kepada Allah. Misalnya, siapa pun yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya sendiri, kemudian memohon ampun kepada Allah, pasti Allah akan mengampuni kejahatan orang tersebut dengan melekatkan kedua nama-Nya, yaitu Yang Maha Pengampun (Al Ghofur) dan Yang Maha Penyayang (Ar-Rohim) seperti dalam Q.S. 4:110.

 "Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Ayat yang senada adalah Q.S. 3:135. Siapa pun yang menganiaya diri sendiri, maksudnya berbuat dosa yang pada akhirnya merugikan diri sendiri pada hari akhir nanti, akan diampuni oleh Allah selama mereka melakukan dua hal. Pertama, memohon ampun (beristighfar) dan kedua, berjanji tidak mengulangi perbuatan yang sama. Ayatnya berbunyi sebagai berikut.


“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.”

Sementara itu, terdapat pula anjuran untuk mengingat Allah (yang salah satu caranya dengan beristighfar) dengan sebanyak-banyaknya. Di sinilah nilai keislaman seseorang diuji. Seseorang yang memahami bahwa Islam adalah hakikat kehidupan, yang tidak bisa dilepaskan dalam atribut apa pun, pasti menyadari bahwa yang dipentingkan dalam Islam adalah kepasrahan. Kepasrahan inilah yang diwujudkan sebanyak-banyaknya dengan pujian syukur, istighfar, dan doa kepada Allah seperti yang disebut dalam Q.S. 33:41.

 “Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.”

Semakin banyak zikir kita (pujian syukur, istighfar, dan doa), semakin banyak pula kita mengingat Allah, maka semakin besar pula daya jangkau kita kepada Allah. Dengan mengingat Allah, jaminan pertama adalah memperoleh ketenangan seperti dalam Q.S. 13:28.

 “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”

Selain menjadi tenteram, kita juga dijamin akan mendapati Allah sebagai benteng pertahanan pertama dan terakhir kita. Hal ini dijamin dalam hadis Qudsy berikut, “Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku dan Aku selalu bersamanya ketika dia mengingat-Ku. Apabila dia mengingat-Ku dalam dirinya, maka Aku pun akan mengingatnya dalam diri-Ku. Apabila dia mengingat-Ku dalam suatu jemaah manusia, maka Aku pun akan mengingatnya dalam suatu kumpulan makhluk yang lebih baik dari mereka. Apabila dia mendekati-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekatinya sehasta. Apabila dia mendekati-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa. Dan apabila dia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari.” 

Sayyidul Istighfar 

Untuk mengakomadasi kepentingan beristighfar sesuai ketentuan di atas, Nabi Muhammad saw memberikan kepada kita lafal doa yang disebut Sayyidul Istighfar (Penghulu Istighfar). Barangsiapa membiasakan diri untuk membaca Sayyidul Istghfar dengan hati bersih dan penuh keyakinan tentang keberadaan Allah yang mampu menyucikan diri kita, maka terjaminlah sekaligus dua hal bagi kita.

Yang pertama, rasa nyaman dan tenang karena berani mengakui kesalahan. Rasa tenang ini nantinya juga akan menyebabkan pikiran positif sehingga setiap kegiatan kita akan lancar, seperti yang sudah dikatakan pada bab pertama. Yang kedua, siapa pun yang mengucapkan Sayyidul Istighfar dijamin sebagai penghuni surga. Sayyidul Istighfar sendiri dapat dibaca dalam hadis riwayat Bukhari di bawah ini.

Nabi saw. bersabda: “Penghulu Istighfar adalah kamu berkata:

Allahumma anta rabbi laa ilaha illa anta kholaqtani  wa ana ‘abduka wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa’dika mastatho’tu a’udzubika min syarri ma shona’tu abu-u laka bini’matika ‘alaiyya wa abu-u bidzanbi faghfirli fa innahu laa yaghfirudz-dzunuuba illa anta
(Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku. Tiada tuhan selain Engkau. Engkau telah menciptakanku, dan aku adalah hambaMu. Aku selalu berusaha menepati ikrar dan janjiku kepadaMu dengan segenap kekuatan yang kumiliki. Aku berlindung kepadaMu dari keburukan perbuatanku. Aku mengakui betapa besar nikmatMu yang tercurah kepadaku; dan aku tahu dan sadar betapa banyak dosa yang telah kulakukan. Karenanya, ampunilah aku. Tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau).”  

Barangsiapa yang membaca doa ini di sore hari dan dia betul-betul meyakini ucapannya, lalu dia meninggal dunia pada malam harinya, maka dia termasuk penghuni surga. Barangsiapa yang membaca doa ini di pagi hari dan dia betul-betul meyakini ucapannya, lalu dia meninggal dunia pada siang harinya, maka dia termasuk penghuni surga.” (HR Bukhari).
Previous
Next Post »