Dalam kumpulan kata mutiara Kitab Al Hikam karya Ibnu Athalilah bagian ketujuh, tertulis 'Jika janji Allah belum terpenuhi, bahkan hingga tiba batas waktumu, janganlah sampai meragukan janji tersebut agar mata hatimu tidak pudar dan cahaya batinmu tidak padam.' Kata mutiara ini mengisyaratkan, betapa lemahnya manusia hanya karena keinginnya tak terpenuhi. Padahal, yang harus dilakukan adalah, bersetia kepada Allah, tanpa henti.
BERSABAR PADA JANJI ALLAH
Jika janji Allah belum terpenuhi, bahkan hingga tiba batas waktumu, janganlah sampai meragukan janji tersebut agar mata hatimu tidak pudar dan cahaya batinmu tidak padam.
Kita sudah membahas dalam kata mutiara sebelumnya, yang paling penting adalah kepasrahan total kepada Allah. Jangan lupakan pula, kepasrahan tidak bisa dilatih kecuali dengan cara dihancurkan oleh takdir berkali-kali. Percuma kita menyebut diri sebagai orang yang pasrah kalau tidak menghadapi cobaan. Bahkan, semakin banyak cobaan yang dilewati, semakin terbukti pula kualitas kita. Apakah dengan rentetan nasib buruk, kita menyerah? Apakah dengan keadaan yang selalu dimudahkan, kita mengira dunia dan Akhirat ada di genggaman tangan?
Waspadalah pada dua hal ini, kebahagiaan dan kesedihan berlebihan. Kesedihan yang terlalu banyak, seperti dalam kata mutiara di atas, akan membuat kita gundah. Pasti akan muncul kekhawatiran, masihkah Tuhan menyayangi kita? Hati pun berucap, betapa malangnya diri ini, (seolah-olah) senantiasa dianggap remeh Allah.
Seseorang yang mendekatkan diri kepada Allah, akan jauh lebih tersiksa daripada orang lain. Tanpa bermaksud merendahkan Allah, bayangkanlah ada seorang perempuan yang begitu rupawan. Ia memiliki segalanya. Sekian banyak lelaki yang hendak merebut hatinya. Sang perempuan tak akan dengan mudah memilih. Ia bisa saja akan terus-menerus menguji mereka dengan berbagai hal demi melihat kesetiaan, kejujuran, dan cinta yang nyata. Lelaki yang mudah menyerah, tak serius, akan dengan mudah menyerah.
Sementara, lelaki yang benar-benar mengharapkan perempuan ini, akan mengorbankan segalanya. Nyawa pun akan diberikan kalau perlu. Lelaki serius inilah yang akan mendapatkan hati sang perempuan.
Bagaimana dengan lelaki yang mudah menyerah? Ia adalah gambaran kita, umat beragama yang kurang sabar menerima cobaan.
Kesal dengan ujian yang datang silih berganti, kita semakin terjerumus pada nafsu duniawi. Sebagai contoh, kita diuji dengan kemiskinan. Melihat orang memakai jam tangan saja, rasanya ingin menghancurkan jam tangan tadi atau berkata “jangan pamer”. Kita mungkin pula menderita kemiskinan ruhani. Sedikit saja ada orang yang salat khusyuk atau berdoa lebih lama, timbul perasaan sinis terhadapnya.
Kalau hal ini yang terjadi, berhati-hatilah karena hati kita mulai mendekati titik kematian. Hati semestinya penuh dengan kelapangan, keinginan berbagi dengan sesama, dan bahagia melihat orang lain berhasil. Kala hal ini tak lagi terjadi, apalagi ketika kita mulai membanding-bandingkan, doa orang ini dikabulkan sementara kita tidak, singkirkanlah perasaan kotor itu dengan banyak-banyak mengingat.
Adakah para nabi, wali Allah, atau orang beriman sebelum kita, yang kehidupannya di dunia bahagia 100%? Jika para nabi yang terjamin Akhiratnya saja menjalani hidup dengan penuh cobaan, apalagi kita yang cuma orang biasa. Sadarilah, ujian digunakan Allah untuk membersihkan kita dari debu-debu duniawi; bukan sebaliknya.
ConversionConversion EmoticonEmoticon